Tampilkan postingan dengan label PROFIL YPPIS dan PENGASUH. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label PROFIL YPPIS dan PENGASUH. Tampilkan semua postingan

Kamis, 07 Juni 2012

PROFIL YPPIS


PONDOK PESANTREN ISLAM “SALAFIYAH”
PAKISAN TLOGOSARI BONDOWOSO JATIM
1. Identitas
                Nama Pondok Pesantren                             : Salafiyah
                Alamat                                                                  : Pakisan
                Provinsi                                                                : Jawa Timur
                Kabupaten/Kota                                              : Bondowoso
                Kecamatan                                                         : Tlogosari
                Desa/Kelurahan                                                              : Pakisan
                Kode Pos                                                             : 68272
                Nomor Telepon                                                : 0332 770079
                Alamat website                                                                :
                e-mail                                                                   : salafic2009@gmail.com dan   www.yppis. Blogspot.com
                Tahun Berdiri                                                     : 1985
                Berbadan Hukum                                             : Akte Notaris No.16
                Tipe Pondok Pesantren                                                 : Kombinasi ( Salaf & Modern )
                Penyelenggara Pondok Pesantren           : Yayasan Pondok Pesantren Islam Salafiyah
                Afiliasi Organisasi Keagamaan                     : NU
                Pengakuan Kesetaraan                                                 : Depag
                Manajemen Pesantren                                                 : Mandiri
2. Lokasi              
Geografi                                                              : Dataran Tinggi (Pengunungan)
                Potensi Wilayah                                                : Pertanian
                Wilayah                                                                : Pedesaan
3.Visi dan Misi Pondok Pesantren Islam Salafiyah
3. A. Visi
·         Terbinanya insan yang beriman dan bertakwa kepada Allah, dan berakhlak mulia, serta mempunyai kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan untuk membangun kehidupan islami di masyarakat.
3.B. Misi
·         Menyelenggarakan pendidikan diniyah secara terpadu dengan non-diniyah berupa pendidikan yang berjenjang dari Madrasah Tsanawiyah hingga Perguruan Tinggi.
·         Mengadakan dan mengembangkan berbagai macam ketrampilan dan kesenian
·         Mengadakan dan mengembangkan berbagai macam kursus mata pelajaran eksak dan non-eksak dalam rangka mendukung pendidikan terpadu dan mengembangkan kursus komputer.
·         Meningkatkan minat baca dalam meluaskan pengetahuan dengan mengembangkan perpustakaan Pesantren.
·         Mempererart hubungan santri dengan alumni, simpatisan dan masyarakat dalam rangka membangun kehidupan yang Islami di Masyarakat.
·         Mengirimkan guru-guru tugas untuk membantu pesantren-pesantren lain yang kekurangan guru dalam rangka pengabdian masyakarat.

Selasa, 24 Januari 2012

SEJARAH PENDIRIAN YPPIS


Oleh
KH.Muhammad Holid
Awalnya pesantren Salafiyah dikenal dengan pesantren Nurul Huda. Secara bahasa, Nurul Huda berarti cahaya petunjuk. Nurul Huda sendiri sudah berdiri sejak tahun 1960 di bawah asuhan seorang kyai lulusan pesantren Sukorejo Asembagus Situbondo Jawa Timur. Sarji namanya. Ketika naik haji, sang kyai mendapat gelar haji Abu Zairi namun orang di desanya lebih mengenal dengan sebutan Sarji. Nama haji ini diambil dari kebiasaan sang kyai yang memang suka jalan. Abu Zairi sendiri artinya ayahnya perjalanan. Memang kebiasaan sang kyai selalu jalan ke berbagai tempat dalam rangka tirakat untuk mendapatkan petunjuk Allah. Pernah di awal memimpin pesantren, ketika santri masih sekitar sepuluh orang, kyai tidak pulang ke rumah selama dua tahun untuk laku tirakat. Ketika pulang, sang kyai sudah jadab kata orang. Di masyarakat Pakisan, sang kyai dikenal kalau hari jum’atan sering ada di dua tempat sekaligus. Dengan kata lain, sang kyai bisa memecah badan. Entah dimana yang asli, orang-orang tidak mengetahuinya. Pernah kyai Abu Zairi di saat jadab-nya,[1] sering ditunggu-tunggu oleh orang-orang yang mempunyai toko. Karena toko yang dihampiri oleh kyai akan laku keras dan barang dagangannya akan segera habis. Apalagi sang kyai sampai meludah di toko yang dihampiri, maka dengan segera toko itu akan dibeli sampai habis barang dagangannya. Sehingga ada seorang cina waktu itu pernah memberikan dua putrinya untuk dikawini oleh sang kyai. Namun sang kyai mencerainya ketika sudah kembali seperti sedia kala.
Konon, sang kyai menjadi jadab karena pulang dari laku tirakatnya setelah mendapatkan wejangan dari sang guru. Sang guru memerintahkan kyai Abu Zairi untuk melaksanakan tirakat di Wali Sanga dan tidak boleh pulang kalau belum diwejang oleh sang sunan. Tentu laku tirakat ini membutuhkan waktu dan proses yang lama. Masyarakat sampai membenci kyai ini karena meninggalkan anak istrinya. Istri pun meninggal beserta anak yang dikandungnya. Sementara sang kyai belum pulang ke rumah. Nampaknya sikap kyai yang taat kepada gurunya itu membuahkan hasil walaupun istri dan anaknya menjadi korban. Dirinya pun tidak pernah dipikirkan demi melaksanakan perintah sang guru.
Ternyata perngorbanan sang kyai tidak sia-sia. Ia menjadi orang yang berhasil dalam laku tirakat sampai menjadi orang yang tidak ingat akan siapapun kecuali kepada tuhannya. Hasil dari laku tirakatnya berupa kepasrahan total kepada sang kholik. Apa yang dilakukan menjadi perbuatan sang kholik. Orang menyebutnya dengan zindik. Sebagian lagi menyebutnya sebagai hamba yang sudah manunggaling kawula gusti.[2] Yakni orang yang sudah menyatu dengan tuhannya.
Penyatuan ini membawa berkah. Semakin hari semakin banyak orang yang meminta pertolongan sang kyai baik orang-orang yang membutuhkan pengobatan maupun orang-orang yang membutuhkan syarat agar dimudahkan dalam urusan ekonomi. Orang yang lumpuh begitu datang kepada kyai langsung sembuh hanya dengan sentuhan tangan sang kyai. Orang yang mempunyai kesulitan ekonomi bisa keluar dari kebuntuan ekonominya dengan mendatangi dan ngalap berkah sang kyai. Namun itu semua bukan harapan dari kyai. Harapan kyai lebih besar dari itu semua. Kyai berharap bagaimana agar dirinya tidak hanya menyelamatkan manusia di kehidupan dunia, melainkan juga menyelamatkan manusia di akhirat nanti. Dan menolong orang dari kehidupan dunia dan akhirat bisa dilakukan apabila seseorang telah mencapai tingkatan mursid. Dengan ketekunan luar biasa dalam menjalani laku tirakat, kyai Abu Zairi mencapai tingkatan itu.
Banyak orang berdatangan kepada kyai untuk berguru mursyid. Kyai pun membikin pengajian jum’at manisan untuk menampung santri-santri yang ingin berguru mursid ini. Banyak orang berdatangan dari berbagai penjuru negeri untuk berguru kepada sang kyai. Namun perguruan yang diasuh oleh sang kyai seringkali mendapatkan ujian yang berat. Berbagai macam fitnah muncul dari masyarakat sekitar. Kyai dituduh sebagai orang yang membawa aliran sesat. Saudara-saudara dan tetangga sekitar juga tidak suka dengan keberadaan perguruan itu. Mereka semua menganggap aliran yang dibawa kyai sebagai aliran baru dalam agama. Ada pula ketidaksetujuan mereka karena iri dan dengki. Kyai seringkali disepelekan oleh orang sekitar dan dicaci sebagai kyai tidak benar. Karena kyai tidak pernah sholat jum’at di masjid dan sebagainya.
Kebencian masyarakat sekitar tidak berhenti di situ. Mereka pernah membakar pesantren kyai. Rumah sang kyai juga dibakar. Anehnya, lagi-lagi allah menampakkan kekuasaannya, ada sorban kyai yang tidak terbakar api dan kain yang dibalut oleh surban itu juga tidak terbakar. Sorban itu kemudian hari dinamai salimi yang dianggap keramat oleh pengikutnya. Orang-orang percaya bahwa salimi itu dapat membawa keselamatan.
Menurut pengakuan sang kyai sendiri kepada penulis, kebencian masyarakat sekitar kepada beliau akibat persoalan politik. Waktu itu sekitar tahun 1970. Kyai ikut partai P3 karena diperintah oleh sang guru yakni kyai As’ad Samsul Arifin Sukorejo. Beliau membela partai ini karena semata-mata perintah sang guru. Sedangkan masyarakat sekitar berbeda pandangan dengan sang kyai. Mereka masuk partai bukan karena perintah sang guru tapi demi uang. Kemudian ada insiden kecil yang menyebabkan sang kyai dipenjara. Di dalam penjara, tak satupun orang partai mengunjunginya. Peristiwa ini membuat beliau kecewa dan membuat kyai tidak mau berkecimpung lagi dalam politik hingga akhir hayatnya.
Semenjak pembakaran pondok oleh masyarakat itu, kyai berniat tidak mau membuka pondok lagi. Kyai kemudian membeli angkot dan menjadi supir angkot jurusan Pakisan-Bondowoso. Namun kyai sendiri rupanya tidak bisa menolak takdir. Tak lama kemudian ada tiga orang santri datang ingin nyantri kepada kyai. Dengan kedatangan tiga santri ini, kyai membuka kembali pondok pesantren yang kemudian diberi nama pesantren Islam salafiyah.
Secara bahasa, salafiyah berarti orang yang mendahului kita.[3] Dengan pengertian semacam ini, ulama-ulama atau orang tua kita yang telah meninggal terlebih dahulu adalah salaf. Namun arti salaf yang dimaksudkan dalam penamaan pesantren ini mengacu kepada ulama salaf. Ulama yang disebut sebagai ulama salaf adalah ulama yang mengikuti prilaku nabi dan para sahabatnya. Keikutan ulama-ulama terhadap para sahabat itu menyangkut beberapa hal, diantaranya kesungguhannya dalam menuntut ilmu, kezuhudannya terhadap dunia dan perjuangannya di dalam menegakkan kebenaran dan agama Allah. Dengan demikian, penamaan itu terkait dengan cita-cita sang kyai yang Sangat tinggi untuk mencetak santri menjadi orang kuat dalam menuntut ilmu, zuhud terhadap dunia dan gigih dalam berjuang di jalan Allah.
Seringkali orang salah mengartikan zuhud. Banyak orang beranggapan bahwa zuhud merupakan penghindaran diri secara total terhadap dunia. Padahal zuhud itu sendiri tidak identik dengan tidak punya dunia (uang).[4] Menurut K. Afif, zuhud adalah tidak suka dan tidak cinta dengan dunia. Walaupun dunia banyak mengalir di tangannya, ketika ada orang yang membutuhkan, maka dunia itu akan diberikan kepada orang yang membutuhkan itu. Karena dirinya tidak cinta dengan dunia. Dengan demikian, belum tentu orang tidak punya harta (miskin) itu zuhud dan belum tentu pula orang yang kaya itu tidak zuhud. Selama dunia atau harta tidak melekat di hatinya, maka orang itu bisa disebut sebagai orang zuhud.
Pesantren Salafiyah Pakisan bercita-cita santrinya menjadi orang-orang yang berjiwa salaf itu. Apalagi di depan nama salafiyah itu ditambahkan dengan label Islam, maka lengkap sudah cita-cita kyai Abu Zairi untuk menciptakan generasi yang punya kepasrahan total dan keyakinan yang kuat kepada Allah serta jiwa perjuangan untuk selalu membela kaum lemah. Cita-cita semacam ini menjadi cita-cita yang sekali dayung dua tiga pula terlampui. Kepasrahan total kepada Allah mencerminkan kesalehan ritual. Sedangkan perjuangan membela kaum lemah mencerminkan kesalehan sosial.[5]
Dengan cita-cita salaf itu, kyai Abu Zairi terus membina dan menapak sedikit demi sedikit pesantren Islam Salafiyah ini. Untuk menguatkan posisi pesantren, pesantren diaktenotariskan dengan nama yayasan pondok pesantren islam ”salafiyah”. Pembuatan akte notaris tercatat tanggal 28 maret 1985 dengan nomor 16. Yayasan mempunyai keanggotaan yang terdiri dari jemaah Ikhwan yang berguru mursyid kepada kyai. Mereka berasal dari berbagai daerah di Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali dan Lombok. Bahkan ada pula jemaah berasal dari negeri jiran, Malaysia. Ketuanya adalah H. Nur Rais dari Situbondo. Wakil yayasan adalah H. Abd. Rasyid dari Situbondo. Pengasuhnya adalah KH. Abu Zairi sendiri. Wakil pengasuh juga diserahkan kepada H. Abd Rasyid.
Pada tanggal 30 Agustus 2006, kyai Abu Zairi meninggal dunia. Beliau meninggalkan dua istri, dua putra dan dua putri, serta satu putri angkat dari istri yang terakhir. Beliau meninggal karena serangan jantung. Di samping itu, penyakit kencing manis dan darah tinggi juga mengjangkiti beliau. Beliau meninggal di rumah sakit Patrang (Dr. Soebandi) Jember. Sepeninggal beliau, pesantren diserahkan kepada putrinya Nyi Bahdatul Nur Laili, Spdi dan suaminya, Lora Muhammad Holid, M.Hum.

Minggu, 22 Januari 2012

PROFIL YPPIS


Pesantren Islam Salafiyah Hidayatullah, Pakisan, terletak di sebelah timur kota Bondowoso. Tepatnya di desa Pakisan, kecamatan Tlogosari, Bondowoso Jawa Timur. Orang-orang lebih mengenal daerah ini dengan Pakisan. Karena dulunya di daerah ini, banyak tumbuh tanaman Pakis. Orang setempat kemudian menamai daerah ini dengan Pakisan. Daerah pakisan merupakan daerah pegunungan dengan hawa yang cukup sejuk. Curah hujan juga cukup tinggi. Jarak Pakisan dengan kota Bondowoso, apabila ditempuh dengan kendaraan yang berkecepatan 60 km/jam, membutuhkan waktu sekitar 30-45 menit. Dan jika dihitung dengan jarak, Pesantren Pakisan dengan kota Bondowoso berjarak sekitar 17 kilometer.
Pesantren Salafiyah berdiri di atas tanah yayasan seluas ± 2 hektar. Di atas tanah ini, ada tiga gedung yang digunakan untuk tempat tinggal santri baik santri putra maupun santri putri yang keseluruhan santri menetap di kompleks pesantren. Untuk kompleks santri putra, ada dua gedung. Yang pertama gedung dua lantai yang ditempati saat ini. Yang kedua, gedung dua lantai yang masih dalam tahap penyelesaian. Untuk gedung dua lantai yang pertama, bagian bawah diperuntukkan bagi santri tingkat Tsanawiyah (SMP). Sedangkan gedung bagian atas diperuntukkan bagi santri tingkat Aliyah (SMU). Adapun tujuan pemisahan ini adalah untuk melatih kemandirian dan menjaga kesetaraan antar santri. Sehingga sikap egaliterian bisa tercipta karena posisi yang setara di antara mereka.
Namun di masing-masing kamar santri, ada satu orang pendamping yang bernama ketua kamar. Ketua kamar ini berfungsi sebagai murabbi. Artinya murabbi adalah orang yang mengayomi dalam segala hal termasuk bagaimana cara berpakaian yang baik dan beraklakul karimah yang baik. Baik beraklakul karimah antar sesama teman maupun berahlakul karimah dengan yang maha kuasa. Tugas ketua kamar sebagai murabbi bukan tugas yang ringan. Karena baik buruknya anak kamar tergantung kepada ketua kamar yang sekaligus murabbi ini. Dengan pengertian lain, ketua kamar merupakan kepanjangantangan pengasuh pesantren. Mengingat, pengasuh pesantren tidak bisa setiap saat mengawasi dan memberikan tauladan kepada masing-masing santri secara keseluruhan. Pengasuh hanya bisa memberikan contoh secara global. Karena di pesantren yang paling penting adalah pemberian contoh. Tanpa contoh yang baik dari yang tua, yang lebih muda akan bertindak semaunya. Pada gilirannya, ketauladanan menjadi ajaran yang pokok di dalam pesantren salafiyah.
Jumlah santri putra di masing-masing kamar bervariasi. Ada yang terdiri dari tujuh belas anak dan ada pula kamar yang jumlahnya lebih dari tujuh belas. Jumlah yang tidak layak menurut standar kesehatan, ungkap salah seorang dari dinas kesehatan yang pernah berkunjung ke pesantren ini suatu waktu. Namun langkah ini tetap diambil. Karena dana yang ada dan dimiliki oleh pesantren belum memungkinkan untuk membangun gedung baru. Pesantren sendiri belum mempunyai pemasukan yang tetap di luar iuran santri yang bisa menopang pesantren. Iuran santri sendiri lebih banyak minus ketimbang lebihnya. Selain keterlambatan pembayaran, banyak santri yang menjadi tanggungan pesantren. Karena selama ini, pesantren menanggung makan sekitar tiga puluh orang setiap harinya.
Di samping itu, jumlah santri semakin hari semakin meningkat dan banyak yang berdatangan terutama santri dari luar kota. Dan jumlah santri yang meningkat tidak disertai dengan jumlah kamar yang meningkat pula. Jumlah kamar masih berjumlah delapan kamar dengan ukuran 4X6 meter. Sehingga santri banyak yang tidur di masjid dan di ruang kelas.
Untuk tempat santri putri, terdapat gedung dua lantai dengan jumlah kamar sebanyak delapan kamar. Masing-masing kamar berukuran 5x5 meter persegi. Dengan ukuran itu, kamar diisi sebanyak lima belas anak. Ada pula yang lebih dari lima belas. Jumlah ini, lagi-lagi menurut orang-orang dari dinas kesehatan, merupakan jumlah yang tidak memenuhi standar kesehatan (ideal). Namun lagi-lagi langkah ini diambil, mengingat pesantren tidak mempunyai dana yang cukup untuk membeli sebidang tanah yang ditawarkan oleh penduduk sekitar pesantren untuk perluasan pondok. Sementara peningkatan santri putri lebih banyak jumlahnya dari pada jumlah santri putra setiap tahunnya. Akibatnya, banyak santri terkena penyakit asma. Seorang dokter yang sering memeriksa kesehatan santri mensinyalir bahwa gedung yang pengab menjadi penyebabnya.
Sedangkan untuk gedung yang dijadikan tempat penyelenggaraan pendidikan formal, pesantren menyediakan empat ruang untuk Tsanawiyah dan kantornya, empat ruang untuk Aliyah dan kantornya, satu ruang perpustakaan, satu ruang Lab Bahasa Inggris Self Access, satu ruang laboratorium komputer, satu ruang serba guna (aula), satu ruang Klinik kesehatan dan satu ruang lagi untuk kantor Yayasan Pondok Pesantren Islam (YPPI). Semua ruang itu untuk sementara waktu masih memungkinkan untuk digunakan. Walaupun disana sini perlu adanya beberapa perbaikan karena kondisi gedung sudah banyak yang rusak. Khususnya, ruang kelas Tsanawiyah perlu untuk direhap total. Kayu-kayu kusen dan jendelanya sudah rusak parah. Untuk kelas jauh perguruan tinggi, sementara ini pesantren masih meminjamkan ruang kelas Aliyah untuk dijadikan tempat. Di samping itu, masjid yang menjadi sarana ibadah pusat kegiatan santri berada di depan kantor Yayasan dan di depan rumah pengasuh pesantren. Masjid pesantren ini hingga saat ini masih dalam tahap renovasi.
Adapun jumlah santri secara keseluruhan sebesar 244 santri dengan rincian 132 orang santri putra dan 112 orang untuk santri putri. Santri-santri itu kebanyakan berasal dari Bondowoso sendiri. Santri yang berasal dari luar Bondowoso dalam jumlah prosentase berjumlah sebesar 40 %. Kebanyakan santri yang dari luar Bondowoso berasal dari Sampang-Madura, Jember, Malang, Probolinggo, Surabaya, Jawa Tengah (kudus), Situbondo, Banyuwangi, Bali dan Lombok.
Kegiatan santri sehari-hari
Kegiatan santri dalam kesehariannya terbagi menjadi dua macam kegiatan. Pertama kegiatan formal dan yang kedua adalah kegiatan informal. Formal artinya resmi dan diakui oleh negara. Sedangkan informal adalah tidak resmi dan tidak diakui oleh negara. Yang diakui adalah ijasahnya. Dan terkadang resmi dan tidak resmi ini membawa dampak tersendiri bagi semangat belajar santri. Santri lebih berorientasi kepada pendidikan resmi. Mengingat ijasahnya bisa digunakan untuk melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi di luar pesantren. Sedangkan ijasah pesantren yang tidak diakui oleh negara dipandang tidak banyak berguna bagi santri ketika akan melanjutkan pendidikan di luar pesantren.
Kegiatan formal santri dilaksanakan di lembaga Tsanawiyah, Aliyah dan Perguruan Tinggi. Sedangkan kegiatan santri yang informal dilaksanakan di luar waktu-waktu-waktu penyelenggaraan pendidikan formal. Ada beberapa bentuk kegiatan informal. Kegiatan itu meliputi pertukangan dan bangunan, kesenian, kursus komputer, ketrampilan jahit-menjahit, tata boga, dan perkebunan. Untuk kesenian, pesentren mempunyai beberapa fasilitas yang mendukung santri baik putra maupun putri untuk mengembangkan bakat dalam kesenian. Misalnya kesenian drumband, hadrah, gambus, dan pencak silat. Kesenian yang sering tampil dan diundang bahkan keluar kota adalah drumband dan gambus. Disamping itu, pesantren juga mengembangkan tanaman hias dalam bidang perkebunan. Usaha ini bertujuan melatih santri mencintai lingkungan dan punya ketrampilan dalam bercocok tanam. Diharapkan, santri setelah pulang ke masyarakat mempunyai ketrampilan yang beragam untuk bekal dalam mengarungi hidup.
Untuk kegiatan informal santri yang bersifat keagamaan, kegiatan santri juga beragam dan padat. Di pagi hari sehabis subuh, semua santri mengikuti pengajian kitab kuning dengan tingkat kemampuan masing-masing. Di masjid, pengajian diperuntukkan bagi santri yang sudah Aliyah. Siswa-siswi Tsanawiyah mengikuti latihan dasar dalam pembelajaran kitab kuning di ruang kelas untuk putra dan di surau untuk putri. Yang belum bisa mengikuti pengajian kitab kuning, ditekankan untuk mendalami bacaan al-Qur’an. Karena kemampuan membaca al-Qur’an merupakan tolak ukur masyarakat dalam menilai seorang santri. Apakah santri itu bersungguh-sungguh belajar di pesantren atau tidak. Kalau santri belum bisa membaca al-Qur’an, masyarakat akan menilai santri belum berhasil dalam belajar di pondok pesantren. Untuk kitab kuning, masyarakat tidak terlalu memperhatikan. Karena santri juga punya tujuan berbeda dalam belajar di pesantren. Ada santri yang sekedar ingin tahu membaca al-Quran dan pengetahuan agama yang digunakan untuk dirinya sendiri. Ada santri yang menginginkan lebih untuk menyebarkan ilmu yang diperolehnya di pondok kepada masyarakat luas. Tujuan yang terakhir ini menuntut santri membekali dirinya dengan bermacam-macam pengetahuan. Mengingat kebutuhan masyarakat juga bermacam-macam.
Kegiatan informal sehabis subuh berhenti sampai matahari terbit dan santri bersiap-siap untuk sekolah formal. Sekolah formal dilakukan dari pukul 07.00, pagi hingga jam 02.00, sore. Sehabis itu, santri beristirahat untuk persiapan mengikuti acara mengkaji al-Qur’an bersama selama satu jam di masjid setelah sholat jemaah ashar. Sehabis sholat jemaah magrib, santri semuanya diharuskan mengaji al-Qur’an bersama dengan didampingi oleh santri yang lebih senior. Kegiatan ini diakhiri oleh sholat jama’ah isya’. Setelah sholat jamaah isya’, semua santri senior dan Aliyah diharuskan mengikuti pengajian tafsir jalalain di masjid secara sorogan yang dibacakan langsung oleh pengasuh Pesantren K. Muhammad Holid, S.Ag, M.Hum. Untuk santri Tsanawiyah, mereka mengikuti pengajian yang di kelas-kelas sebagaimana jamak dilakukan di waktu habis subuh. Kegiatan santri secara informal ini dilakukan dalam siklus yang terus-menerus hingga hari libur bulan puasa tiba.
Di luar kegiatan informal dan formal di atas, santri di malam selasa dan jum’at berkumpul di depan ruang kantor Tsanawiyah untuk menonton TV bersama. Kegiatan ini dilakukan untuk mengurangi kejenuhan santri yang penat mengikuti jadwal yang padat. Kegiatan ini juga dimaksudkan untuk memberikan informasi kepada santri tentang perkembangan di dunia. Untuk informasi sehari-hari, santri bisa mengakses koran kompas dan jawa pos yang disediakan oleh pesantren. Santri juga bisa mengakses informasi melalui buku-buku yang tersedia di perpustakaan pesantren. Untuk sementara waktu, semua buku hasil sumbangan pemerintah dan pembelian disatukan di satu tempat yakni perpustakaan pesantren Salafiyah Hidayatullah. Untuk pembelian buku, pesantren mengalokasikan dana dua ratus ribu rupiah setiap bulannya. Alokasi ini sebetulnya terlalu sedikit untuk perpustakaan. Namun dana yang dimiliki oleh pesantren masih Sangat terbatas.