Minggu, 22 Januari 2012

PROFIL YPPIS


Pesantren Islam Salafiyah Hidayatullah, Pakisan, terletak di sebelah timur kota Bondowoso. Tepatnya di desa Pakisan, kecamatan Tlogosari, Bondowoso Jawa Timur. Orang-orang lebih mengenal daerah ini dengan Pakisan. Karena dulunya di daerah ini, banyak tumbuh tanaman Pakis. Orang setempat kemudian menamai daerah ini dengan Pakisan. Daerah pakisan merupakan daerah pegunungan dengan hawa yang cukup sejuk. Curah hujan juga cukup tinggi. Jarak Pakisan dengan kota Bondowoso, apabila ditempuh dengan kendaraan yang berkecepatan 60 km/jam, membutuhkan waktu sekitar 30-45 menit. Dan jika dihitung dengan jarak, Pesantren Pakisan dengan kota Bondowoso berjarak sekitar 17 kilometer.
Pesantren Salafiyah berdiri di atas tanah yayasan seluas ± 2 hektar. Di atas tanah ini, ada tiga gedung yang digunakan untuk tempat tinggal santri baik santri putra maupun santri putri yang keseluruhan santri menetap di kompleks pesantren. Untuk kompleks santri putra, ada dua gedung. Yang pertama gedung dua lantai yang ditempati saat ini. Yang kedua, gedung dua lantai yang masih dalam tahap penyelesaian. Untuk gedung dua lantai yang pertama, bagian bawah diperuntukkan bagi santri tingkat Tsanawiyah (SMP). Sedangkan gedung bagian atas diperuntukkan bagi santri tingkat Aliyah (SMU). Adapun tujuan pemisahan ini adalah untuk melatih kemandirian dan menjaga kesetaraan antar santri. Sehingga sikap egaliterian bisa tercipta karena posisi yang setara di antara mereka.
Namun di masing-masing kamar santri, ada satu orang pendamping yang bernama ketua kamar. Ketua kamar ini berfungsi sebagai murabbi. Artinya murabbi adalah orang yang mengayomi dalam segala hal termasuk bagaimana cara berpakaian yang baik dan beraklakul karimah yang baik. Baik beraklakul karimah antar sesama teman maupun berahlakul karimah dengan yang maha kuasa. Tugas ketua kamar sebagai murabbi bukan tugas yang ringan. Karena baik buruknya anak kamar tergantung kepada ketua kamar yang sekaligus murabbi ini. Dengan pengertian lain, ketua kamar merupakan kepanjangantangan pengasuh pesantren. Mengingat, pengasuh pesantren tidak bisa setiap saat mengawasi dan memberikan tauladan kepada masing-masing santri secara keseluruhan. Pengasuh hanya bisa memberikan contoh secara global. Karena di pesantren yang paling penting adalah pemberian contoh. Tanpa contoh yang baik dari yang tua, yang lebih muda akan bertindak semaunya. Pada gilirannya, ketauladanan menjadi ajaran yang pokok di dalam pesantren salafiyah.
Jumlah santri putra di masing-masing kamar bervariasi. Ada yang terdiri dari tujuh belas anak dan ada pula kamar yang jumlahnya lebih dari tujuh belas. Jumlah yang tidak layak menurut standar kesehatan, ungkap salah seorang dari dinas kesehatan yang pernah berkunjung ke pesantren ini suatu waktu. Namun langkah ini tetap diambil. Karena dana yang ada dan dimiliki oleh pesantren belum memungkinkan untuk membangun gedung baru. Pesantren sendiri belum mempunyai pemasukan yang tetap di luar iuran santri yang bisa menopang pesantren. Iuran santri sendiri lebih banyak minus ketimbang lebihnya. Selain keterlambatan pembayaran, banyak santri yang menjadi tanggungan pesantren. Karena selama ini, pesantren menanggung makan sekitar tiga puluh orang setiap harinya.
Di samping itu, jumlah santri semakin hari semakin meningkat dan banyak yang berdatangan terutama santri dari luar kota. Dan jumlah santri yang meningkat tidak disertai dengan jumlah kamar yang meningkat pula. Jumlah kamar masih berjumlah delapan kamar dengan ukuran 4X6 meter. Sehingga santri banyak yang tidur di masjid dan di ruang kelas.
Untuk tempat santri putri, terdapat gedung dua lantai dengan jumlah kamar sebanyak delapan kamar. Masing-masing kamar berukuran 5x5 meter persegi. Dengan ukuran itu, kamar diisi sebanyak lima belas anak. Ada pula yang lebih dari lima belas. Jumlah ini, lagi-lagi menurut orang-orang dari dinas kesehatan, merupakan jumlah yang tidak memenuhi standar kesehatan (ideal). Namun lagi-lagi langkah ini diambil, mengingat pesantren tidak mempunyai dana yang cukup untuk membeli sebidang tanah yang ditawarkan oleh penduduk sekitar pesantren untuk perluasan pondok. Sementara peningkatan santri putri lebih banyak jumlahnya dari pada jumlah santri putra setiap tahunnya. Akibatnya, banyak santri terkena penyakit asma. Seorang dokter yang sering memeriksa kesehatan santri mensinyalir bahwa gedung yang pengab menjadi penyebabnya.
Sedangkan untuk gedung yang dijadikan tempat penyelenggaraan pendidikan formal, pesantren menyediakan empat ruang untuk Tsanawiyah dan kantornya, empat ruang untuk Aliyah dan kantornya, satu ruang perpustakaan, satu ruang Lab Bahasa Inggris Self Access, satu ruang laboratorium komputer, satu ruang serba guna (aula), satu ruang Klinik kesehatan dan satu ruang lagi untuk kantor Yayasan Pondok Pesantren Islam (YPPI). Semua ruang itu untuk sementara waktu masih memungkinkan untuk digunakan. Walaupun disana sini perlu adanya beberapa perbaikan karena kondisi gedung sudah banyak yang rusak. Khususnya, ruang kelas Tsanawiyah perlu untuk direhap total. Kayu-kayu kusen dan jendelanya sudah rusak parah. Untuk kelas jauh perguruan tinggi, sementara ini pesantren masih meminjamkan ruang kelas Aliyah untuk dijadikan tempat. Di samping itu, masjid yang menjadi sarana ibadah pusat kegiatan santri berada di depan kantor Yayasan dan di depan rumah pengasuh pesantren. Masjid pesantren ini hingga saat ini masih dalam tahap renovasi.
Adapun jumlah santri secara keseluruhan sebesar 244 santri dengan rincian 132 orang santri putra dan 112 orang untuk santri putri. Santri-santri itu kebanyakan berasal dari Bondowoso sendiri. Santri yang berasal dari luar Bondowoso dalam jumlah prosentase berjumlah sebesar 40 %. Kebanyakan santri yang dari luar Bondowoso berasal dari Sampang-Madura, Jember, Malang, Probolinggo, Surabaya, Jawa Tengah (kudus), Situbondo, Banyuwangi, Bali dan Lombok.
Kegiatan santri sehari-hari
Kegiatan santri dalam kesehariannya terbagi menjadi dua macam kegiatan. Pertama kegiatan formal dan yang kedua adalah kegiatan informal. Formal artinya resmi dan diakui oleh negara. Sedangkan informal adalah tidak resmi dan tidak diakui oleh negara. Yang diakui adalah ijasahnya. Dan terkadang resmi dan tidak resmi ini membawa dampak tersendiri bagi semangat belajar santri. Santri lebih berorientasi kepada pendidikan resmi. Mengingat ijasahnya bisa digunakan untuk melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi di luar pesantren. Sedangkan ijasah pesantren yang tidak diakui oleh negara dipandang tidak banyak berguna bagi santri ketika akan melanjutkan pendidikan di luar pesantren.
Kegiatan formal santri dilaksanakan di lembaga Tsanawiyah, Aliyah dan Perguruan Tinggi. Sedangkan kegiatan santri yang informal dilaksanakan di luar waktu-waktu-waktu penyelenggaraan pendidikan formal. Ada beberapa bentuk kegiatan informal. Kegiatan itu meliputi pertukangan dan bangunan, kesenian, kursus komputer, ketrampilan jahit-menjahit, tata boga, dan perkebunan. Untuk kesenian, pesentren mempunyai beberapa fasilitas yang mendukung santri baik putra maupun putri untuk mengembangkan bakat dalam kesenian. Misalnya kesenian drumband, hadrah, gambus, dan pencak silat. Kesenian yang sering tampil dan diundang bahkan keluar kota adalah drumband dan gambus. Disamping itu, pesantren juga mengembangkan tanaman hias dalam bidang perkebunan. Usaha ini bertujuan melatih santri mencintai lingkungan dan punya ketrampilan dalam bercocok tanam. Diharapkan, santri setelah pulang ke masyarakat mempunyai ketrampilan yang beragam untuk bekal dalam mengarungi hidup.
Untuk kegiatan informal santri yang bersifat keagamaan, kegiatan santri juga beragam dan padat. Di pagi hari sehabis subuh, semua santri mengikuti pengajian kitab kuning dengan tingkat kemampuan masing-masing. Di masjid, pengajian diperuntukkan bagi santri yang sudah Aliyah. Siswa-siswi Tsanawiyah mengikuti latihan dasar dalam pembelajaran kitab kuning di ruang kelas untuk putra dan di surau untuk putri. Yang belum bisa mengikuti pengajian kitab kuning, ditekankan untuk mendalami bacaan al-Qur’an. Karena kemampuan membaca al-Qur’an merupakan tolak ukur masyarakat dalam menilai seorang santri. Apakah santri itu bersungguh-sungguh belajar di pesantren atau tidak. Kalau santri belum bisa membaca al-Qur’an, masyarakat akan menilai santri belum berhasil dalam belajar di pondok pesantren. Untuk kitab kuning, masyarakat tidak terlalu memperhatikan. Karena santri juga punya tujuan berbeda dalam belajar di pesantren. Ada santri yang sekedar ingin tahu membaca al-Quran dan pengetahuan agama yang digunakan untuk dirinya sendiri. Ada santri yang menginginkan lebih untuk menyebarkan ilmu yang diperolehnya di pondok kepada masyarakat luas. Tujuan yang terakhir ini menuntut santri membekali dirinya dengan bermacam-macam pengetahuan. Mengingat kebutuhan masyarakat juga bermacam-macam.
Kegiatan informal sehabis subuh berhenti sampai matahari terbit dan santri bersiap-siap untuk sekolah formal. Sekolah formal dilakukan dari pukul 07.00, pagi hingga jam 02.00, sore. Sehabis itu, santri beristirahat untuk persiapan mengikuti acara mengkaji al-Qur’an bersama selama satu jam di masjid setelah sholat jemaah ashar. Sehabis sholat jemaah magrib, santri semuanya diharuskan mengaji al-Qur’an bersama dengan didampingi oleh santri yang lebih senior. Kegiatan ini diakhiri oleh sholat jama’ah isya’. Setelah sholat jamaah isya’, semua santri senior dan Aliyah diharuskan mengikuti pengajian tafsir jalalain di masjid secara sorogan yang dibacakan langsung oleh pengasuh Pesantren K. Muhammad Holid, S.Ag, M.Hum. Untuk santri Tsanawiyah, mereka mengikuti pengajian yang di kelas-kelas sebagaimana jamak dilakukan di waktu habis subuh. Kegiatan santri secara informal ini dilakukan dalam siklus yang terus-menerus hingga hari libur bulan puasa tiba.
Di luar kegiatan informal dan formal di atas, santri di malam selasa dan jum’at berkumpul di depan ruang kantor Tsanawiyah untuk menonton TV bersama. Kegiatan ini dilakukan untuk mengurangi kejenuhan santri yang penat mengikuti jadwal yang padat. Kegiatan ini juga dimaksudkan untuk memberikan informasi kepada santri tentang perkembangan di dunia. Untuk informasi sehari-hari, santri bisa mengakses koran kompas dan jawa pos yang disediakan oleh pesantren. Santri juga bisa mengakses informasi melalui buku-buku yang tersedia di perpustakaan pesantren. Untuk sementara waktu, semua buku hasil sumbangan pemerintah dan pembelian disatukan di satu tempat yakni perpustakaan pesantren Salafiyah Hidayatullah. Untuk pembelian buku, pesantren mengalokasikan dana dua ratus ribu rupiah setiap bulannya. Alokasi ini sebetulnya terlalu sedikit untuk perpustakaan. Namun dana yang dimiliki oleh pesantren masih Sangat terbatas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar